14 Juni 2020

Demam menjadi syukur

Hari Minggu 14 Juni 2020, rencana dan agenda sudah ditetapkan untuk bermain bersama anak-anak. Pagi harinya, jalan-jalan,bermain sepeda, bulu tangkis, pancak (baca : petak umpet), main Layangan, bikin agar-agar, main congklak, dan ada beberapa kegiatan lain yang sudah disampaikan anak-anak malam sebelumnya. 
Pagi Harinya kami masih melakukan agenda kegiatab yang sudah direncanakan pada malam sebelumnya yaitu jalan-jalan pagi, bersepeda, main bulu tangkis, dan masih bisa kasih makan burung-burung liar di lantai atas. 
Namun siapa yang tahu, setelah bamgun tidur siang semua anggota tim di rumah menjadi demam. Istri menggigil, ada diarenya juga, dan ini juga dirasakan anak laki-laki kami. Dan anak perempuan merasa pusing dan ketika saya cek suhu tubuh memang agak tinggi, menandakan kalau semua tim dalam keadaan demam..
Bingung, khawatir sudah tentu saya rasakan ketika itu. Mengingat kondisi saat ini dengan pandemi covid-19 menjadi pemikiran yang tak terelakkan. Tapi pikiran saya meruntut kejadian apa saja yang telah kami lakukan sehari sebelumya. 
Masih sangat jelas kejadian apa saja yang terjadi sebelumnya, kalau kami pada hari sebelumnya melakukan kegiatan rihlah atau belajar keluar di puspitek tepatnya di area dekat masjid di sana. Kami berangkat dari rumah dengan berbekal makanan dan peralatan layaknya kami hendak camping yang lazim kami lakukan. 
Hanya kegiatan ini kami lakukan tanpa menginap dan kami hanya memberikan vocab baru buat anak-anak kami jika ada suasana belajar diluaran yang mengasikkan. 
Yang kami lakukan disana tak lain adalah duduk santai dengan mengelar tikar, dan sambil membaca buku cerita yang kebetulan kami sedang menghatamkan cerita para sahabat rasullullah yang sudah berjalan saat bulan ramadhan. 
Tempat dengan pemandangan danau, berdekatan dengan masjid dan pohon-pohon akasia serta tanaman liar lainnya. Tak ubah seperti masa kecil saya main di hutan dekat rumah yang penuh dengan banyaknya nyamuk yang siap menggigit para manusia disekitar tersebut. Akhirnya saya membuat api agar bisa mengusir para pemangga darah itu, dan anak-anak pun bahagia, senang ketika mereka tahu bagaimana ayahnya membuat api dan mereka pun mengumpulkann ranting, daun kering untuk menjadikan api tetap terbakar. 
Tak sadar, kebahagiaan bermain-main saat itu membuat protokol kesehatan untuk mencuci tangan hilang saat itu, padahal selain itu keluar masuk rumah kami selalu menerapkan protokol cuci tangan dengan sabun. 
Dengan tangan kotor bekas rumput, daun kering langsung menyantap makanan yang menjadi bekal kami saat itu. 
Dan pikiran inilah yang saya ingat kenapa anak-anak, istri mengalami diare serta panas saat hari ini pada mereka. 
Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu apapun pada kami semua dan kami berkeyakinan bahwa demam keluarga kami,bukan pandemi yang lagi ramai diperbincangkan seluruh dunia melainkan bakteri jenis lain atau bahkan virus lain pada umumnya. 
Di saat inilah saya mempersiapkan fisik prima untuk melayani semua anggota tim di rumah agar mereka lekas  sembuh. 
Untungnya life skill domestics saya sudah terbiasa menjalani kondisi-kondisi ini jika memang harus memasak buat anak istri, menyapu, mencuci dan berkemas lainnya. 
Memang kedepannya kebiasaan life skill ini akan kami ajarkan dan latih ke putra putri kami agar mereka siap dalam menjalani tantangan ke depan yang sangat dinamis.
 Kejadian hari ini kami syukuri karena semua yang terjadi pada kami memang sudah takdir yang maha agung dan tinggal kita mengambil ibroh dari tiap kejadian terjadi. 
Semoga Allah mengangkat dosa-dosa kami dan diberikan pintu taubat pada kami semua.