14 April 2022

"Buang" Kampung Sendiri

Pandemi hampir 3x lebaran melanda seluruh dunia termasuk indonesia. Perubahan perilaku hidup dan sosial berubah dengan pandemi tersebut sehingga ritual silahturahim pun digunakan teknologi yang muncul ketika pandemi. Itulah hidup dinamika sangat cepat dan tiada yang tahu masa depan kecuali yang punya semua alam jagat raya ini yaitu ALLAH. 
Tentunya ini mengingatkan kita betapa kecilny kita dengan situasi begini. Saya ingat betul ketika diawal pandemi betapa parnonya orang terdekat dengan adanya covid-19 ini dan sekarang sepertinya sudah 'lelah' dengan kondisi-kondisi saat ini. 
Apa yang pemerintah lakukan saat ini menurut saya merupakan ihtiar dalam menghadapi kondisi ini termasuk kebijakan atau aturan mengenai perjalanan yang sangat cepat sekali perubahan dilakukan. 
Hari ini saya mencoba untuk terbang lagi setelah 2 tahun lalu dengan kebijakan terbaru tanpa tes PCR atau antigen. Terlihat sekali wajah-wajah penghuni Gua setelah sekian lama tak melakukan perjalanan akibat covid-19 ini. 
Semoga kondisi semakin baik dan kita kembali dapat beraktifitas normal sediakala. 
Terbang kali ini tetap pulang kampung karena rindu tak tertahan untuk mengunjungi Umak dan pusara bapak yang telah lama tak kudatangi langsung untuk mengirimkan doa lebih dekat. 
Mengingat kenangan masa Kecil yang indah bahagia, sedih, kecewa dan tentunya semua itu adalah bagian dari perjalanan hidup masing-masing agar kita bisa menjadi lebih baik tentunya. 
Bekal pengalaman masa kecil merupakan investasi besar untuk masa depan khususnya ketika nanti berumah tangga, mendidik anak dan bergaul. 
Waktu berjalan sangat cepat, entah apa yang telah dilakukan kadang tak ingat pasti dan terutama pada keluarga.
Maafkan jika selama menjadi anak membuat kecewa, marah kalian wahai umak dan bapak. Sekarang kami menjadi bapak dan umak buat keluarga masing-masing dengan bekal yang kami terima dari umak dan bapak. 
InsyaAllah nilai kebaikan akan kami ambil dan dilanjutkan pada keturunan berikutnya. Untuk bekal yang tak pas mohon maaf kami buang jauh-jauh dan cukup kami saja yang mengalami. 
Sedih ketika hal tak pas kami turunkan ke anak dan keluarga kecil kami. Termasuk orang yang merugi padahal agama islam mengajarkan hari esok. Harus lebih baik dari hari krmarin. 
Ini pelajaran penting buat saya dalam mengendalikan kontrol diri, emosi diluar kendali. 
Maafkan ya keluarga kecilku terutama anak ke 1 ku yang menjadi uji coba bapakmu yang fakir atas ilmu dalam mandidik, mangajarkan kalian semua. 
Izinkan bapak membuang emosi sesat ke laut kampung halaman bapak agar kemudian hari bapakmu menjadi orang yang sabar, pendengar aktif buat kalian semua. 
Wasalam
 Lion Air CGK-TJK

06 September 2020

Rindu Kampung

Rindu Kampung

Disela WFH, Waktu menunjukan pukul 11.00, 4 september 2020 terpikir hendak melihat aturan maskapai jika  hendak beterbangan. 
Ternyata memang harus rapid apalagi dengan kasus corona semakin meningkat. Langsung membuka aplikasi halo doc untuk mencari rapid test dengan jadwal tercepat. Akhirnya mendapat fasilitas rapid test drive thru di cibis, cilandak, dan jadwal tercepat adalah pukul 15.00 WIB. 
Tanpa pikir panjang, hanya butuh 30 menit dari rumah ke tempat rapid tersebut, ternyata ada banyak orang yang hendak melakukan rapid test. 
Terlihat para petugas sangat responsive, menyapa dan menanyakan paket apa yang diambil pada aplikasi halo doc. Apakah swab atau rapid.
Butuh waktu 15 menit giliran saya untuk proses pengambilan sample darah oleh petugas, dan 2 jam untuk hasil pemeriksaan dalam bentuk digital. Sangat cepat dan terbantu sekali dengan fasilitas drive  thru dari halo doc ini. 
Waktu telah menunjukkan pukul 17.00 dan hasil rapid test sudah keluar dengan hasil non reaktif. 
Tanpa berpikir panjang lagi saya langsung mengecek tiket pesawat tujuan kampung halaman, yang tentunya mencari jadwal pagi agar nanti minggu saya bisa pulang di minggu sore. 
Akhirnya saya membeli tiket dengan pesawat lion pukul 08.00, harga tiket pun sangat di bawah standar harga-harga sebelum corona.
Karena momen rindu pulang kampung ini sangat mendadak sekali untuk melihat sosok hebat ibu kami yang rindunya bukan main, melihat kondisi beliau, karena rasa rindu tidak terlihat tapi bisa dirasakan, tidak terbayarkan hanya berinteraksi via video call. 
Bangun pagi teringat pesan adek untuk dibawakan buah anggur dan strobery yang merupakan buah "spesial" bagi keluarga kami. 
Langsung saja habis subuh, saya bergegas ke toko sayur dan buah, langganan yang sudah buka dari jam 04.00 pagi.alhamdulillah buah-buah yang diinginkan didapat dengan lengkap. 
Dan waktu menunjukan pukul 05.30, dengan taksi blue bird yang suah siap mengantarkan saya ke bandara untuk berjumpa dengan ibu tersayang kami. 
Memang kondisi covid-19 memberikan hikmah tersendiri, jalanan lengang, bahkan setibanya dibandara sangat lengang tanpa perlu antri yang lams layaknya hari normal-normal sebelumnya. 
Namun tetap protokol kesehatan covid-19 tetap dijalankan dan dipatuhi oleh semua pihak dibandara, baik petugas maupun para penumpang.
Proses check in telah dilakukan 
, saatnya menunggu jadwal boarding untuk masuk pesawat lion air yang tepat waktu dibanding kondisi normal sebelumnya. 
Panggilan boarding pun tiba dan persiapan masuk ke pesawat sudah diberitahukan. 
Tak sabar rasanya ingin berjumpa dengan kampung halaman yang tidak ditengok lebih dari 1 tahun, dan itu persis ketika 1 tahun bapak meninggal, yang artinya bapak telah 2 tahun lebih pergi untuk menghadap kehariban sang khalik. 
Pesawat telah mendarat di bandara Hanandjoedin tepat pukul 8.55 WIB hanya 50menit untuk tiba dikampung halaman dari jakarta. 
Hp pun berdering yang menginfokan kalau adik saya sudah tiba di bandara. Tidak sulit menemukan adik yang hebat ketika menjemput dibandara. 
Kami pun tidak bersalaman dan berpelukan seperti biasanya,sama-sama menahan rindu. Saya akan mandi dulu baru kita salaman, menjaga agar selalu bersih dari perjalanan dari jakarta-belitung. 
Sampai di rumah langsung mandi dan merendam pakaian dengan deterjen barulah saya bersalaman, berpelukan dengan semua para adek dan tentunya dengan sang ibu yang sudah terharu duluan dan saya juga tidak bisa menahan kerinduan kepada "umak" Panggilan kami untuk sang bunda. 
Momen-momen inilah yang kami tunggu, kerinduan walau tanpa sang bapak. Kami yakin kalau beliau melihat kerinduan itu semua walau tidak terlihat oleh kami semua. 
Memang sejauh apapun kita pergi ketika pulang kampung rasanya gambaran masa kecil selalu nampak dalam potret pikiran atas masa lalu di rumah.
Kelakar merupakan kegiatan orang belitung sebagai pengobat rindu, ditambah dengan cerita-cerita masa lalu menambah kerinduan atas kampung halaman. 
Semoga corona ini bisa pergi agar kehidupan normal kembali lagi, karena memang kampung terasa juga dampaknya dengan sepinya wisatawan yang ke belitung. 

5 September 2020.

16 Agustus 2020

Camping Pandemi

Pandemi ini memang sudah dirasakan kejenuhannya termasuk oleh keluarga kami sendiri. Kami merasakan perlu refresh untuk camping bersama komunitas belajar parenting, agar kami tidak terdoktrin dengan banyaknya berita- berita yang menurut kami sangat-sangat membuat pikiran menjadi khawatir atas dampak jangka panjang dari pandemi ini, terutama keluarga terkhusus lagi anak-anak atas Fitrah mereka untuk berkembang baik secara fisik,emosi dan Jiwa mereka.
Akhirnya kami camping kali keduanya di curug cihurang, Gunung Salak, Kabupaten Bogor, karena sebelumnya kami sudah pernah camping tahun 2019 silam.
Namun kali ini sangat berbeda dan rasanya spesial dengan kondisi pandemi ini, terutama anak-anak  dan istri yang sangat antusias sekali dalam mempersiapkan persiapan keberangkatan baik logistik maupun mental. Secara mereka sangat butuh ' keluar' agar jiwa mereka tetap 'waras' dengan padatnya aktifitas harian yang menyita pikiran dan rasa dimasa pandemi.
Kali ini saya harus mensukseskan rencana besar anak-anak dan istri untuk camping bersama, dengan konsekuensi tanggung jawab lain yang harus diselesaikan lebih cepat dari rencana awal. 
Jum,at, 7 Agustus 2020 kami berangkat menuju curug ciheurang dari Rumah yang perjalanannya memakan waktu lebih kurang 2 Jam dengan rute Tol untuk kali ini, karena camping sebelumnya kami berangkat dengan jalan nol tol dan dengan waktu tempuh lebih lama ditambah acara nyasar ke lokasi tujuan.
Perjalanan camping kedua kali ini memang lebih smooth dibanding sebelumnya dari sisi logistik, namun ketika dicek sampai lokasi tetap daja ada yang ke skip atas beberapa perlengkapan mini yang berdampak besar menurut kami karena terkait kebiasaan masa kecil.
Tiba di lokasi camping pukul 09.00 terasa sangat menyenangkan. Kami bisa menikmati suasana curug serasa milik kami sendiri karena memang camping kali ini komunitas kami hanya ada 4 keluarga yang ikut kali ini. Karena memang para keluarga lain masih cukup waras dengan kondisi pandemi ini, kalau kami sendiri udah mulai agak kurang ' waras' dengan kejenuhan masa pandemi ini.
Yang sangat jelas terlihat adalah anak- anak merasa sangat bebas ketika tiba di area camping ini, mereka seperti burung yang lepas dari sangkarnya.
Menuju Curug dan bermain air bebas sajalah karena ini memang acara bebas buat kami semua. Apa saja boleh kalau pesan guru kami sepanjang tidak menyakiti diri sendiri/orang lain, melanggar aturan Agama/pemerintah, dan yang pasti harus penuh rasa tanggung jawab.
Main Air itu adalah sunatullah bagi anak-anak karena memang mereka lama hidup di air(baca: kandungan), selama 9 bulan diperut ibunya, apapun menjadi kegiatan mengasyikan buat anak- anak.
Selesai main air, anak-anak kami bebas saja hendak melakukan apa, berpetualang atau bermain dengan teman-teman dari putra/i teman komunitas. Karena mereka seperti keluarga kami di perantauan.
Malam camping kali ini sangat berbeda dari camping sebelumnya dan sangat luar biasa berkesan menurut saya. Karena hujan besar, dengan kondisi tenda yang sudah banjir dan rembes dari air hujan. Memang salah satu tujuan camping kami adalah melatih anak-anak kami dengan kondisi tidak ideal dalam kehidupan dan memberikan pelajaran keyakinan tentang kebesaran sang maha pencipta.
Kami pun berkumpul,berdoa, berdiskusi bersama dengan anak- anak, menanyakan perasaan mereka atas kegiatan hari ini dan kondisi hujan saat itu.
Semoga camping kali ini memberikan coretan pengalaman buat anak-anak untuk mengisi jiwa mereka dan yang paling penting bagi kami adalah tentang rasa syukur mereka pada sang kholik atas nikmat yang telah diberikan. 
Setidaknya kami telah mengenalkan pengalaman buat anak-anak kami. 

14 Juni 2020

Demam menjadi syukur

Hari Minggu 14 Juni 2020, rencana dan agenda sudah ditetapkan untuk bermain bersama anak-anak. Pagi harinya, jalan-jalan,bermain sepeda, bulu tangkis, pancak (baca : petak umpet), main Layangan, bikin agar-agar, main congklak, dan ada beberapa kegiatan lain yang sudah disampaikan anak-anak malam sebelumnya. 
Pagi Harinya kami masih melakukan agenda kegiatab yang sudah direncanakan pada malam sebelumnya yaitu jalan-jalan pagi, bersepeda, main bulu tangkis, dan masih bisa kasih makan burung-burung liar di lantai atas. 
Namun siapa yang tahu, setelah bamgun tidur siang semua anggota tim di rumah menjadi demam. Istri menggigil, ada diarenya juga, dan ini juga dirasakan anak laki-laki kami. Dan anak perempuan merasa pusing dan ketika saya cek suhu tubuh memang agak tinggi, menandakan kalau semua tim dalam keadaan demam..
Bingung, khawatir sudah tentu saya rasakan ketika itu. Mengingat kondisi saat ini dengan pandemi covid-19 menjadi pemikiran yang tak terelakkan. Tapi pikiran saya meruntut kejadian apa saja yang telah kami lakukan sehari sebelumya. 
Masih sangat jelas kejadian apa saja yang terjadi sebelumnya, kalau kami pada hari sebelumnya melakukan kegiatan rihlah atau belajar keluar di puspitek tepatnya di area dekat masjid di sana. Kami berangkat dari rumah dengan berbekal makanan dan peralatan layaknya kami hendak camping yang lazim kami lakukan. 
Hanya kegiatan ini kami lakukan tanpa menginap dan kami hanya memberikan vocab baru buat anak-anak kami jika ada suasana belajar diluaran yang mengasikkan. 
Yang kami lakukan disana tak lain adalah duduk santai dengan mengelar tikar, dan sambil membaca buku cerita yang kebetulan kami sedang menghatamkan cerita para sahabat rasullullah yang sudah berjalan saat bulan ramadhan. 
Tempat dengan pemandangan danau, berdekatan dengan masjid dan pohon-pohon akasia serta tanaman liar lainnya. Tak ubah seperti masa kecil saya main di hutan dekat rumah yang penuh dengan banyaknya nyamuk yang siap menggigit para manusia disekitar tersebut. Akhirnya saya membuat api agar bisa mengusir para pemangga darah itu, dan anak-anak pun bahagia, senang ketika mereka tahu bagaimana ayahnya membuat api dan mereka pun mengumpulkann ranting, daun kering untuk menjadikan api tetap terbakar. 
Tak sadar, kebahagiaan bermain-main saat itu membuat protokol kesehatan untuk mencuci tangan hilang saat itu, padahal selain itu keluar masuk rumah kami selalu menerapkan protokol cuci tangan dengan sabun. 
Dengan tangan kotor bekas rumput, daun kering langsung menyantap makanan yang menjadi bekal kami saat itu. 
Dan pikiran inilah yang saya ingat kenapa anak-anak, istri mengalami diare serta panas saat hari ini pada mereka. 
Mudah-mudahan tidak terjadi sesuatu apapun pada kami semua dan kami berkeyakinan bahwa demam keluarga kami,bukan pandemi yang lagi ramai diperbincangkan seluruh dunia melainkan bakteri jenis lain atau bahkan virus lain pada umumnya. 
Di saat inilah saya mempersiapkan fisik prima untuk melayani semua anggota tim di rumah agar mereka lekas  sembuh. 
Untungnya life skill domestics saya sudah terbiasa menjalani kondisi-kondisi ini jika memang harus memasak buat anak istri, menyapu, mencuci dan berkemas lainnya. 
Memang kedepannya kebiasaan life skill ini akan kami ajarkan dan latih ke putra putri kami agar mereka siap dalam menjalani tantangan ke depan yang sangat dinamis.
 Kejadian hari ini kami syukuri karena semua yang terjadi pada kami memang sudah takdir yang maha agung dan tinggal kita mengambil ibroh dari tiap kejadian terjadi. 
Semoga Allah mengangkat dosa-dosa kami dan diberikan pintu taubat pada kami semua.